Minggu, 28 Mei 2017

LAPORAN PENDAHULUAN TBC (Tuberculosis paru)

A. Konsep Dasar Penyakit Tuberculosis paru

1. Pengertian 

Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, yaitu suatu bakteri tahan asam 
(Suriadi & Yulianni, 2001: 287).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi pada manusia yang disebabkan oleh basil tuberkel mamalia  (Mycobacterium tuberculosis, M. bovis) (Rudolph, 2006 : 688).

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis, umumnya menginfeksi paru-paru, walaupun dapat pula menginfeksi organ lainnya. (Harnawati, 2009, paragraf : 1) 
Penulis menyimpulan Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosa yang dapat menginfeksi paru-paru, organ pencernaan, sistem urinaria, dan organ-organ lain yang bisa menyebabkan kematian.

2. Etiologi

  • Penyebab Tuberkulosis paru adalah: 
  1. Mycobacterium tuberculosa 
  2. Mycobacterium bovis 
  • Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis: 
  1. Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik 
  2. Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian dan kesakitan lebih banyak pada anak perempuan
  3. Usia: pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi 
  4. Pada masa puber dan remaja di mana terjadi masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan infeksi cukup tinggi karena diit yang tidak adekuat. 
  5. Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik) 
  6. Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkan untuk penyebarluasan infeksi 
  7. Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah 
  8. Nutrisi: status nutrisi yang kurang 
  9. Infeksi berulang: HIV, measles, pertusis 
  10. Tidak mematuhi aturan pengobatan.

3. Patofisiologi

Bakteri menyebar melalui jalan napas alveoli, dimana pada daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa juga melalui sistem limfe dan aliran darah kebagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Sistem kekebalan tubuh berespons dengan inflames neutrofil dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri. limfosit yang spesifik terhadap tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dari jaringan normal. reaksi jaringan ini menyebabkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah bronco pneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar. masa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil yang hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding. granuloma berubah bentuk menjadi masa jaringan fibrosa. bagian tengah dari masa tersebut disebut ghon thubercle. materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk perkijuan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan terbentuk klasifikasi, membentuk jaringan kolagen. bakteri menjadi non aktif (Muttaqien, 2008 : 89).

Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal, karena respons system yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif. Pada kasus ini terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan akhirnya menjadi perkijauan. tuberke yang ulserasi mengalami proses penyembuhan membentuk parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang mengakibatkan broncopneumonia. pembentukan tuberkel dan seterusnya. Pneumonia saluran ini dapat sembuh dengan sendirinya. proses ini berjalan terus dan basil terus difakosit (berkembang biak didalam sel). basil sel juga menyebar melalui getah bening. makrofag yang mengandung infiltasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloit yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). daerah yang mengalami nekrosis serta jaringan granulasi yang dikelilingi sel epitoloid dan vibrolat akan menimbulkan respons yang berbeda dan akhirnya membentuk kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Muttaqien, 2008 : 89).
Pathway TBC

4. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala Tuberkulosis paru adalah: 
  1. Demam, malaise, anoreksia, berat badan menurun, kadang-kadang batuk (batuk tidak selalu ada, menurun sejalan dengan lamanya penyakit), nyeri dada, hemoptysis. 
  2. Gejala lanjut (jaringan paru sudah banyak yang rusak): pucat, anemia, lemah, dan berat badan menurun.
  3. Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena mulainya penyakit secara perlahan. Kadang-kadang tuberkulosis ditemukan pada anak tanpa gejala atau keluhan
Tetapi secara rutin dengan uji tuberculin dapat ditemukan penyakit tersebut. Gejala tuberkulosis primer dapat berupa demam yang naik turun selama 1 - 2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek gambaran klinisnya: demam, batuk, anoreksia, dan berat badan menurun. (Suriadi & Yulianni, 2001 : 290)
Gejala sistemik/umum :
  1. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. 
  2. Penurunan nafsu makan dan berat badan. 
  3. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). 
  4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.(Marwoto, 2009, Paragraf : 1 - 2).

5. Komplikasi

Menurut Suriadi & Yulianni (2001, 288). Akibat lanjut yang terjadi pada tuberkulosis paru adalah : 
  1. Meningitis 
  2. Spondilitis 
  3. Bronchopneumonia
  4. Atelektasis 

6. Pemerikasaan Diagnostik

  1. Pemeriksaan fisik.
  2. Riwayat penyakit: Riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi penyakit.
  3. Reaksi terhadap tes tuberkulin: Reaksi tes positif (diameter = 5 mm).
  4. Radiologi: Terdapat kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran pembesaran kelenjar paratrakeal, penyebaran milier, penyebaran bronkogen, atelektasis, pleura dengan efusi.
  5. Kultur sputum: Kultur lambung atau sputum, cairan pleura, urin, cairan serebrospinal, cairan nodus limfe ditemukan basil tuberculosis.
  6. Patologi anatomi dilakukan pada kelenjar getah bening, hepar, pleura, peritoneum, kulit ditemukan tuberkel dan basil tahan asam.
  7. Uji BCG: Reaksi positif jika setelah mendapat suntikan BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu < 7 hari setelah penyuntikan.
  8. Infeksi TB: hanya diperlihatkan oleh skin tes tuberkulin positif.
  9. Penyakit TB: gambaran radiologi positif, kultur sputum positif dan adanya gejala-gejala penyakit.

7. Klasifikasi TBC 

Klasifikasi 0

Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita TBC
Klasifikasi I

Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC
Klasifikasi II
Terinfeksi TBC/test tuberculin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif)  
Klasifikasi III
Sedang menderita TBC
Klasifikasi IV
Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif
Klasifikasi V
Dicurigai TBC
(The American Thoracic Society, 1981)

8. Penatalaksanaan

Obat Anti TB (OAT) 

Pengobatan TB dilakukan melalui 2 fase, yaitu :
  1. Fase awal intensif, dengan bakterisid untuk memusnahkan populasi kuman yang membelah cepat.
  2. Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek dan kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional.
OAT yang biasa digunakan antara lain isoniazid (INH), rifampisin (R).   Pirozinamid (Z), streptomisin (S) dan etambutol (E).

Obat
Dosis
Setiap hari
Dua kali /minggu
Tiga kali / minggu
Izoniazid
5 mg/kg max 300 mg
15 mg/kg max 900 mg
15 mg/kg max 900 mg
Rifampisin
10 mg/kg max 600 mg
10 mg/kg max 900 mg
10 mg/kg max 900 mg
Pirazinamid
15-30 mg/kg max 2 g
10 mg/kg max 4 g
50-70 mg/kg max 8 g
Etambutol
15-30 mg/kg max 2,5 g
50 mg/kg max 49
25-70 mg/kg
Straptomisin
15 mg/kg max 1 g
25-80 mg/kg max 1,5 g
25-30 mg/kg max 1 g  

Panduan OAT
Klasifikasi dan Tipe Penderita
Fase Awal
Fase Lanjutan
Kategori I
-     Kasus baru dengan sputum (+)
-     Kasus baru dengan bentuk TB berat
2 HRS (E)
2 RHZS (E)
4 RH
4 R3 H3
Kategori II
-     Kasus kambuh
-     Kasus gagal dengan sputum BTA positif
2 RHZES / 1 RHZE
2 RHZES / 1 RHZE
4 RH
4 R3 H3
Kategori III
-     Kasus BTA (-) dengan kelainan paru yang tidak luas
-     Kasus TB esktra baru selain dari yang disebut dalam kategori I

2 RHZ
2 RHZ / 2 R3 H3 Z

4RH
4R3 H3
Keterangan  :

2 RHZ             : tiap hari selama 2 bulan
4 RH               : tiap hari selama 4 bulan
4 R3 H3          : 3 kali seminggu selama 4 bulan

Asuhan Keperawatan



Pengkajian 

  1. Data dasar : Riwayat keperawatan (riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi, penyakit yang pernah diderita) 
  2. Respirasi : Batuk selama lebih dari 3 minggu (disertai dengan darah), bila terjadi sumbatan sebagian bronchus (saluran yang menuju paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara napas melemah yang disertai sesak. Bila ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru-paru) dapat disertai dengan keluhan sakit dada. 
  3. Integumen : Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. 
  4. Gastrointestinal : Penurunan nafsu makan dan berat badan.
  5. Aktivitas/istirahat: Kelemahan, perasaan tidak enak (malaise) kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari, menggigil dan/atau berkeringat. 
  6. Neurologist : Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak). Gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. 
  7. Muskuloskeletal : Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala  seperti infeksi tulang. 

Diagnosa Keperawatan

  • Resiko penyebaran infeksi b.d organisme virulen 

Hasil yang diharapkan: Penyebarluasan infeksi dapat dicegah

Intervensi
Rasional
Tempatkan anak pada ruang khusus
Mencegah terjadinya penyebarluasan infeksi
1)       Pertahankan isolasi yang ketat di rumah sakit pada anak dengan TB akif
2)       Pertahankan  isolasi yang kurang ketat dapat menimbulkan terjadinya infeksi nosokomial
3)       Gunakan prosedur perlindungan infeksi jika melakukan kontak dengan anak
4)       Proteksi diri terhadap penularan
5)       Lakukan uji tuberculin dan memberikan penilaian hasil uji tersebut, mengambil bahan untuk pemeriksaan bakteri
6)       Mengetahui sejauh mana penyebarluasan infeksi terjadi
7)       Berikan antituberkulosis sesuai order
8)       Pengobatan antituberculosis secara teratur dapat membunuh kuman tuberkulosis

  • Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru 

Hasil yang diharapkan: Meningkatnya pertukaran gas yang adekuat 

Intervensi
Rasional
Monitor tanda-tanda vital
Untuk mengetahui kondisi klien secara umum
Observasi adanya sianosis pada mulut
Mengetahui adanya kekurangan O2  pada anak
Kaji irama, kedalaman, dan ekspansi pernapasan
Pengkajian yang sering menjamin fungsi pernapasan dan yang adekuat
Lakukan auskultasi suara napas
Mungkin adanya suara napas abnormal (ronchi, wheezing)
Ajarkan cara bernapas efektif
Napas dalam membantu meningkatkan ekspansi paru
Berikan oksigen sesuai indikasi
Mempertahankan kebutuhan O2 yang adekuat
Monitoring hasil analisa gas darah
Mungkin terjadi peningkatan atau penurunan hasil analisa gas darah.

  • Inefektif pada nafas b.d adanya, infeksi jalan napas dan nyeri dada 

Hasil yang diharapkan : Pola napas efektif 

Intervensi
Rasional
Kaji ulang status pernapasan (irama, kedalaman, suara napas, penggunaan otot bantu pernapasan, barnapas melalui mulut)
Pengkajian yang sering menjamin fungsi pernapasan yang adekuat
Kaji  ulang tanda-tanda vital (denyut nadi, irama dan frekuensi)
Tanda-tanda vital bisa saja berubah setiap saat sesuai dengan kondisi klien 
Berikan posisi tidur semi fowler/fowler
Mempertahankan terbukanya jalan napas dan memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diagfragma.
Bantu klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan kemampuan
Mungkin terjadi kelemahan akibat kurangnya asupan O2


Anjurkan anak untuk banyak minum
Untuk mengencerkan sekret

Berikan oksigen sesuai indikasi
Oksigen membantu mengurangi kegelisahan karena kesukaran pernapasan dan hipoksia
Berikan obat-obatan yang dapat meningkatkan efektifnya jalan napas
Obat seperti bronkodilator dapat menanggulangi spasme otot

  • Inefektif bersihan jalan napas b.d adanya sekret 

Hasil yang diharapkan: Kesulitan bernapas pada anak akan berkurang yang ditandai dengan periode istirahat yang cukup, dan ferkuensi pernapasan dalam batas normal.

Intervensi
Rasional
Kaji ulang status pernapasan (irama, kedalaman, suara napas, penggunaan otot bantu pernapasan, barnapas melalui mulut)
Pengkajian yang sering menjamin fungsi pernapasan yang adekuat
Kaji  ulang tanda-tanda vital (denyut nadi, irama dan frekuensi)
Tanda-tanda vital bisa saja berubah setiap saat sesuai dengan kondisi klien 
Berikan posisi tidur semi fowler/fowler
Mempertahankan terbukanya jalan napas dan memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diagfragma.
Bantu klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan kemampuan
Mungkin terjadi kelemahan akibat kurangnya asupan O2
Anjurkan anak untuk banyak minum
Untuk mengencerkan sekret


Berikan oksigen sesuai indikasi
Oksigen membantu mengurangi kegelisahan karena kesukaran pernapasan dan hipoksia
Berikan obat-obatan yang dapat meningkatkan efektifnya jalan napas
Obat seperti bronkodilator dapat menanggulangi spasme otot

  • Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia 

Hasil yang diharapkan: Asupan nutrisi pada anak akan meningkat 

Intervensi
Rasional
Kaji ketidakmampuan anak untuk makan. 
Ketidakmampuan mungkin menjadi faktor penyebabnya.
Anjurkan orang tua untuk memberikan makan dalam porsi kecil tapi sering.
Menyediakan makanan dalam porsi yang lebih kecil untuk 1x makan tidak akan membebani anak.
Timbang BB anak setiap hari dan pantau asupan serta haluaran dengan cermat.
Pemantauan BB, asupan dan haluaran setiap hari menentukan status nutrisi anak.
Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
Menambah pengetahuan kepada orang tua klien pentingnya nutrisi untuk kesehatan anak.

  • Ketidakpatuhan b.d pengobatan dalam jangka waktu lama 

Hasil yang diharapkan: Orang tua dan anak akan mengikuti pedoman 

Intervensi
Rasional
Kaji seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki orang tua dan anak, tentang TB dan hal ketidakpahaman
Pengkajian membantu menentukan apa yang orang tua dan anak butuhkan untuk belajar agar dapat membantu mereka memenuhi pengobatan jangka panjang
Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) tentang program pengobatan dengan tuntas, dan yakinkan tentang pendidikan yang diperlukan
Pendidikan dan penguatan diberikan pada orang tua dan anak dengan informasi perlunya mengikuti program pengobatan dengan tuntas
Identifikasi alternatif pemberi layanan yang dapat memberikan pengobatan anak jika diperlukan
Hal ini akan menurunkan resiko pengabaian dosis yang dilakukan anak selama pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. (2011). Buku Ajar : Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Mansjoer, A. (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta : EGC

Muttaqien, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Suyono. (2004). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar