Konsep Dasar Penyakit Cedera Kepala
1. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak, dan otak. (Muttaqin, 2012 : 150)
Cedera kepala adalah sustu keadaan kehilangan fungsi neurologis sementara dan tanpa kerusakan struktur. (Battiscaca, 2008 : 97)
Cidera kepala adalah satu diantara kebanyakan bahaya yang menimbulkan kematian pada manusia. (Hudak & Gallo, 2010 : 225)
Dari pengertian diatas cedera kepala adalah cedera karena tekanan yang menyebabkan hilangnya fungsi neurologi sementara atau menurunnya kesadaran sementara, yang dapat menimbulkan gejala seperti pusing, nyeri  kepala, tanpa adanya kerusakan lainnya.
2. Etiologi
- Trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak
- Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi)(Standar Asuhan Keperawatan Ruang Saraf, 2009: 1)
3. Klasifikasi Cedera Kepala
Ada banyak istilah yang digunakan untuk menggunakan atau mengklasifikasikan pasien dengan cidera kepala antara lain:  
- Terbuka
Cidera kepala terbuka berarti pasien mengalami lasersi kulit kepala seperti halnya peluru menembus otak.
- Tertutup
Dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan dengan edema serebral yang luas  bisa diakibatkan karena adanya benturan. Cedera kepala tertutup terdiri dari:
- Kontusio serebral : Merupakan gambaran area otak yang mengalami memar, umumnya pada permukaan dan terdiri dari area hemoragi kecil-kecil yang tersebar melalui substansi otak pada daerah tersebut, tanda gejalanya seperti defisit neurologis vokal, edema serebral. Hal ini menimbulkan efek peningkatan TIK.
- Hematoma Epidural : Merupakan suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan lapisan meningen paling luar (durameter). Hematom ini terjadi karena robekan arteri meningeal tengah dan arteri meningeal frontal. Kasus ini biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak.
- Hematoma Subdural : Merupakan akumulasi darah dibawah lapisan meningeal durameter dan diatas lapisan araknoid yang menutupi otak. Hal ini disebabkan karena adanya robekan permukaan vena atau pengeluaran kumpulan darah vena (sinus).
- Hematoma intrakranial : Merupakan pengumpulan darah 25ml atau lebih dalam parenkim otak. Dari hasil radiologi sulit dibedakan antara kontusio otak dengan perdarahan dalam substansi otak. Biasanya terjadi pada fraktur depresi tulang tengkorak atau cedera penetrasi peluru.(Hudak & Gallo, 2010 : 225-229)
 Cedera kepala menurut Gaslow Coma Skala
- Cedera kepala ringan : CGS : 13-15, Tidak ada konklusi, pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala.
- Cedera kepala sedang : CGS : 9-12, konkusi, amnesia pasca trauma, muntah, tanda fraktur tengkorak, kejang.
- Cedera kepala berat : GCS : kurang atau samadengan 8, penurunan derajat kesadaran secara progresif, Tanda neurologist fokal. (Muttaqin, 2012: 155)
4. Tanda dan Gejala
- Hilangnya tingkat kesadaran sementara
- Hilangnya fungsi neurologi sementara
- Sukar bangun
- Sukar bicara
- Konfusi
- Sakit kepala berat
- Muntah
- Kelemahan pada salah satu sisi tubuh (Smeltzer & Bare, 2002: 2211)
5. Patofisologi Keperawatan Cedera Kepala
Trauma kepala dapat terjadi pada ekstrakranial, tulang kranial, dan intrakranial, trauma yang terjadi pada ekstrakranial akan mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler sehingga berkibat terjadinya perdarahan, hematoma, gangguan suplai darah, resiko infeksi dan timbulnya nyeri serta kerusakan integritas kulit. Perdarahan dan hematoma akan mempengaruhi perubahan sirkulasi cairan serebrospinal yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial. Pada keadaan ini akan mengakibatkan girus medialis lobus temporalis tergeser melalui tepi bawah tentorium serebri.
Kompresi pada korteks serebri batang otak mengakibatkangangguan kesadaran,   dan hilangnya reflek batuk. Karena terjadi gangguan kesadaran maka klien megalami penumpukan sekret akibat sekret yang statik, hal ini menyebabkan terjadinya bersihan jalan nafas inefektif.
Trauma kepala yang terjadi pada tulang kranial akan menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan hal ini akan merangsang timbulnya rasa nyeri, sedangkan trauma kepala yang terjadi pada intrakranial, akan merusak jaringan otak atau sering disebut kontusio, atau terjadi laserasi pada jaringan otak, keadaan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan outoregulasi, dan suplai O2 ke otak terganggu, maka terjadi edema serebral, sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan. 
Kerusakan yang terjadi juga menyebabkan rangsang simpatis meningkat, sehingga tahanan vasikuler, TD, tekanan hidrostatik meningkat. Sehingga terjadi kebocoran pada pembuluh kapiler, dan menyebabkan edema paru yang menyebabkan penurunan curah jantung dan difusi O2 di alveoli terhambat dan menyebabkan tidak efektifnya pola nafas. Cidera kepala juga dapat menimbulkan stres bagi klien. Hal ini direspon juga oleh saraf otonom untuk meningkatkan sekresi hormon. seperti katekolamin yang menyebabkan asam lambung meningkat dan membuat mual, muntah, dan anoreksia. Hal ini menyebabkan resiko pemenuhan nutrisi tidak sesuai kebutuhan. Dari uraian di atas dapat dilihat pada skema 2.2 di bawah ini:
6. Komplikasi Cedera Kepala
- Kebocoran cairan spinal : disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan biasanya terjadi pada pasien dengan cedera kepala tertutup.
- Fistel karotis-karvenosus yang ditandai oleh trias gejala eksotalmus kemosis dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
- Kejang pasca trauma.(Smeltzer & Bare, 2002: 2215)
7. Pemeriksaan/Diagnostik
- CT Scan ( Computerized Tomograhy Scanner )Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak.
- MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) : Digunakan sama dengan CT Scan dengan/tanpa kontras radio aktif
- Serebral Angiography : Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
- EEG ( Electroencephalograph ) : Untuk memperlihatkan keadaan atau berkembangnya gelombang patologis
- Sinar-X : Mendeteksi perubuhan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
- BAER ( Brainstem Auditory Evoked Response ) : Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
- PET ( Positron Emission Tomography ): Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
- CSS ( Cairan Serebro Spinal ) : Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarakhnoid.
- Elektrolit darah : Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK
- Toksikologi : Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab penurunan kesadaran
- Rontgen thorax dua arah (PA/AP dan lateral) : Rontgen thorax menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleural
- Thoraxsentesis menyatakan darah atau cairan
- Analisa Gas Darah (AGD) : Analias Gas Darah (AGD) adalah salah satu test diagnostik untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat diigambarkan melalui pemerksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam basah.(Muttaqin, 2008 : 161)
8. Penatalaksanaan
- Riwayaat kesehatan .
- Tinggikan kepala 300.
- Istirahatkan klien (tirah baring).
- Penatalaksanaan medis :
- Memepertahankan A,B,C (Airway, Breathing, Cirkulation).
- Menilai status neurologis (Disability dan exposure).
- Penatalaksanaan konservatif  meliputi :
- Bedrest total.
- Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
- Pemberian obat-obatan:
- Dexametason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
- Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
- Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu: manitol 20%, atau glukosa 40%, atau gliserol 10%.
- Antibiotika yang mengandung barier darah otak (Penisilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazol.
4. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa hanya cairan infus dextrose 5%, Aminofusin, Aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan).
5. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapatkan klien mengalami penurunan kesadarandan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit.
6. Observasi status neurologis. 
(Smeltzer & Bare, 2002 : 2214-2216).
9. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
- Aktivitas/istirahat
Gejala  : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda  : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, cara berjalan tak tegap masalah dalam keseimbangan, kehilangan tonus otot.
- Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah/normal, perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi, distritmia).
3) Integritas ego
Gejala  : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang/dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
- Eliminasi
Gejala  : Inkontenensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
- Makanan/cairan
Gejala  : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liru keluar, disfagia).
- Neurosensori
Gejala  : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajaman, gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda  : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental (disorientasi, konsentrasi, memori). Perubahan pupil, wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflek tendon tidak ada atau lemah, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
- Nyeri/kenyamanan
Gejala  : Sakit kepala, atau pusing.
Tanda  : Wajah menyeringai, respon menarik rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.
- Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
- Keamanan
Gejala  : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda  : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, kulit laserasi, agrafi, perubahan warna, tanda trauma di sekitar hidung, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralysis, demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
- Interaksi sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disatria.
- Penyuluhan/pembelajaran
Gejala  : Penggunaan alkohol/obat lain.
Pertimbangan  :  DRG menunjukkan rata-rata lama di rawat 12 hari.
 Rencana pemulangan : Membutuhkan bantuan perawatan diri, ambulasi, transportasi, menyiapkan makanan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas rumah tangga, dan lain-lain
10. Diagnosa Keperawatan
- Resiko tinggi peningkatan tekanan intra kranial b.d desak ruang skunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifar intra serebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Tujuan  :  Dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi peningkatan tekanan intra kranial 
Kriteria hasil : Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, pusing, mual-mual dan muntah, GCS: 4/5/6, tidak 
| 
Intervensi
    | 
Rasional | 
| 
Mandiri 
-   Kaji faktor penyebab dari
  situasi/keadaan ndividu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan
  kemungkinan penyebab TIK | 
-  Deteksi dini
  untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologis/tanda-tanda
  kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan. | 
| 
-  Memonitor
  tanda-tanda vital tiap 4 jam  | 
-  Suatu Keadaan
  normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi
  ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari auto regulator
  kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi daerah
  serebral. Dengan penigkatan tekanan darah intrakranial. Adanya peningkatan
  tekanan darah, brakikardi, disritmia, dispnea merupakan tanda-tanda
  terjadinya peningkatan TIK. | 
| 
-  Evaluasi
  pupil,l amati ukuran, ketajaman dan reaksi terhadap cahaya. | 
-  Reaksi pupil
  dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan
  nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh saraf ke III
  kranial (okulomotorik) yang menunjukkan keutuhan batang otak, ukuran pupil
  menunjukkan keseimbangan antara parsimpatis dan simpatis. Respons terhadap
  cahaya merupakan kombinasi fungsi dari saraf kranial II dan III. | 
| 
-  Monitoring
  temperatur dan pengaturan suhu lingkungan. | 
-  Panas
  merupakan refleksi dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2
  akan menunjang peningkatan TIK/CIP (Intrakranial pressure). | 
| 
-    Pertahankan kepala/leher pada posisi
  yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang
  tinggi pada kepala. | 
-  Pertahankan
  kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan
  menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena serebral, untuk
  itu dapat meningkatkan TIK) | 
| 
-  Berikan periode
  istirahat antara tindakan perawat dan batasi lamanya prosedur. | 
-  Tindakan yang
  terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan kumulatif. | 
| 
-  Kurangi
  rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase punggung, limgkungan
  yang tenang, sentuhan yang ramah, dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh. | 
-  Memberikan
  suasana yang tenang (colming effect) dapat mengurangi respon psikologis dan
  memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah.  | 
| 
-  Cegah/hindarkan
  terjadinya valsavah manufer. | 
-  Mengurangi
  tekanan intrathotakal dan intra abdominal sehingga menghindari penigkatan TIK 
-    | 
| 
-  Bantu klien
  batuk, muntah | 
-  Aktivitas ini
  dapat meningkatkan intratorax/tekanan dalam thorax dan tekanan dalam abdomen
  dimanan aktivitas ini dapat meningkatkan TIK | 
| 
-  Kaji
  peningkatan istirahat dan tingkah laku | 
-  Tingkah
  noverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK atau memberika refleks
  nyeri dimana klien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri
  yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK  | 
| 
-  Palpasi pada
  pembesaran/pelebaran bladder, pertahankan drainase urin secara paten jika
  digunakan dna monitor terdapatnya konstipasi 
   | 
-  Dapat
  meningkatkan respon otomatis yang potensial menaikkan TIK  | 
| 
-  Berikan
  penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab-akibat  TIK meningkat | 
-  Meningkatkan
  kerjasama dalam meningkatkan perawatan klien dan mengurangi kecemasan. | 
| 
-  Observasi
  tingkat kesadaran dengan GCS | 
-  Perubahan
  kesadaran menunjukakan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan
  perkembangan penyakit | 
| 
-  Kolaborasi 
-  Pemberian O2
  sesuai indikasi  | 
-  Mengurangi
  hipoksemia, dimana dapat maningkatkan vasodilatasi serebral, volume darah,
  dan menaikkan TIK | 
| 
-  Kolaborasi untuk
  tindakan operatif evakuasi darah dari dalam intra kranial.  | 
-  Tindakan
  pembedahan untuk evkuasi darah dilakukan bila kemungakinan terdapat
  tanda-tanda defisit neurologis yang mendakan peningkatan intra kranial | 
| 
-  Berikan cairan
  intravena sesuai indikasi 
-    | 
-  Pemberian
  cairan mungkin diinginkan untuk mengurangi edema serebral, peningkatan minum
  pada pembuluh darah, tekanan darah dan TIK | 
| 
-  Berikan obat
  osmosis diuretik contohnya : manitol, furoscide | 
-  Diuretik
  mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air dari sel otak dan
  mengurangi edema serebral dan TIK | 
| 
-  Berikan
  steroid contohnya : dexamethason, methylprednisolon | 
-  Untuk
  menurunkan inflamasi (radang)dan mengurangi edema jaringan | 
| 
-  Berikan
  analgesik narkotik contoh: Kodein | 
-  Mungkin
  diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada TIK
  terapi dapat digunakan dengan tujuan untuk mencegah dan menurunkan sensai
  nyeri. | 
| 
-  Berikan
  antipiretik contohnya: Asetaminofen | 
-  Mengurangi/mengontrol
  hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan. | 
| 
-  Monitor hasil
  laboratorium sesuai dengan indikasi seperti protombin, LED | 
-  Membantu
  memberikan informasi tentang efektivitas pemberian obat. | 
- Ketidakefektifnya pola pernapasan b.d depresi pusat pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, exspansi paru yang tidak maksimal karena trauma, dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah intervensi adanya peningkatan, pola napas kembali efktif.
Kriteria hasil : Memperihatkan frekwensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi faktor—faktor penyebab.
| 
Intervensi
    | 
Rasional | 
| 
-  Mandiri  
Berikan posisi
  nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik kesisi yang
  sakit. dorong klien untuk  dududk
  sebanyak mungkin.  | 
- 
  Meningakatkan inspirasi
  maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak
  sakit.  | 
| 
-  Observasi
  fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapsan, dipsnea, atau perbuhan
  tanda-tanda vital.  | 
- 
  Distres pernapasan dan
  perubahan pada tanda-tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi
  dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia. | 
| 
-  Jelaskan pada
  klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. | 
- 
  Pengetahuan apa yang diharapkan
  dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
  terapeutik. | 
| 
-  Jelaskan pada
  klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau koleps paru-paru. | 
- 
  Pengetahuan apa yang diharapkan
  dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik. | 
| 
-  Pertahankan
  perilaku tenang, bantu klien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan
  lebih lambat dan dalam. | 
- 
  Membantu klien mengalami efek
  fisiologi, hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas. | 
| 
-  Periksalah
  alarm pada ventilator sebelum di fungsikan. Jangan matikan alarm.  | 
- 
  Ventilator  yang memiliki alarm yang bisa dilihat dan
  didengar misalnya alarm kadar oksigen, tinggi/rendahnya tekanan oksigen. | 
| 
-  Taruhlah
  kantung resusitasi disamping tempat tidur dan manual ventilasi untuk
  sewaktu-waktu dapat dilakukan. | 
- 
  Kantung resusitasi/manual
  ventilasi sangat berguna untuk mempertahankan fungsi pernapasan jika terjadi
  gangguan pada alat ventilator secara mendadak. | 
| 
-  Bantulah klien
  untuk mengontrol  pernapasan jika
  ventilator tiba-tiba berhenti. | 
- 
  Melatih klien untuk mengatur
  napas seperni napas dalam, napas pelan, napas perut, pengeturan posisi, dan
  tehnik relaksasi dapat membantu memaksimalkan fungsi dari pernapasan. | 
| 
-  Perhatikan
  letak dan fungsi ventilator secara rutin. Pengecekan konsentrasi oksigen,
  memeriksa tekanan oksigen dalam tabung, monitor manometer  untuk menganalisis batas /kadar oksigen.
  Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg). Periksa fungsi spirometer. | 
- 
  Memerhatikan letak dan fungsi
  ventilator sebagai kesiapan perawat dalam memberikan tindakan pada penyakit
  primer setelah menilai hasil diagnostik dan menyediakan sebagai cadangan. | 
| 
-  Kolaborasi
  dengan tim kesehatan lain: 
-  Dengan dokter,
  radiologi, dan fisiotherapi 
-  Pemberian
  antibiotik  
-  Pemberian
  analgesik  
-  Fisiotherapi
  dada 
-  Konsul foto
  thorax | 
- 
  Kolaborasi dengan tim kesehatan
  lain untuk mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya. | 
- Tidak efektif bersihan jalan napas b.d adanya jalan napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan :  Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan napas
Kriteria hasil :  Bunyi napas terdengar bersih, ronchi tidak terdengar, tracheal tube bebas sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukkan sekret di saluran pernapasan.
| 
Intervensi
    | 
Rasional | 
| 
Mandiri  
-  Kaji keadaan
  jalan napas | 
- 
  Obstruksi mungkin dapat
  disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan mukus, perdarahanw,
  bronkhospasme, dan/atau posisi dari endotracheal/tracheostomy tube yang
  berubah. | 
| 
-  Evaluasi
  pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada kedua paru (bilateral) | 
- 
  Pergerakan dada yang simetris
  dengan suara napas yang keluar dari paru-paru mendapatkan jalan napas tidak
  terganggu. Saluran napas sbagian bawah tersumbat dapat terjadi pada pneumonia/ateletaksis
  akan menimbulkan perubahansuara napas seperti ronchi atau whezzing. | 
| 
-  Monitor
  letak/posisi endotracheal tube. Beri tanda batas bibir. Lekatkan tube secara
  hati-hati dengan memakai perekat khusus. Mohon bantuan perawat lain ketika
  memasang dan mengatur posisi tube. | 
- 
  Endotracheal tube dapat saja
  masuk kedalam bronkus kanan dan mengakibatkan klien mengalami pneumothoraks. | 
| 
-  Catat adanya
  batuk, bertambahnya sesak napas, suara alarm dari ventilator karena tekanan
  yang tinggi, pengeluaran sekret melalui endotracheal/tracheostomy tube,
  bertambahnya bunyi ronchi. | 
- 
  Selama intubasi klien mengalami
  reflek batuk yang tidak efektif, atau klien akan mengalami kelemahan
  otot-otot pernapasan (neuromuskular/neurosensorik), keterlambatan untuk
  batuk. Semua klien tergantung dari alternatif yang dilakukan seperti
  menghisap lendir dari jalan napas. | 
| 
-  Lakukan
  penghisapan lendir jika diperlukan, batasi durasi penghisapan dengan 15 detik
  atau lebih. Gunakan kateter penghisab yang sesuai. Cairan  | 
- 
  Penghisapan lendir tidak
  selamanya dilakukan terus-menerus dan durasinya pun dapat dikurangi untuk
  mencegah bahaya hipoksia. Diameter kateter  | 
| 
-  fisioogis
  steril. Berikan oksigen 100%  sebelum
  dilakukan penghisapan dengan ambu bag (hiperventilasi) | 
- 
  penghisap tidak boleh lebih dari
  50% diameter  endotracheal/tracheostomy
  tube untuk mencegah hipoksia. Dengan membuat hiperventilasimelalui pemberian
  oksigen 100% dapat mencegah terjadinya ateletaksisi dan mengurangi terjadinya
  hipoksia. | 
| 
-  Anjurkan klien
  mengenai teknik batuk selama penghisapan seperti waktu bernapas panjang,
  batuk kuat, bersin jika ada indikasi. | 
- 
  Batuk yang efektif dapat
  mengeluarkan sekret dari saluran napas. | 
| 
-  Atur atau ubah
  posisi klien secara teratur (tiap 2 jam) | 
- 
  Mengatur pengeluaran sekret dan
  ventilasi segmen paru-paru, mengurangi resiko ateletaksis. | 
| 
-  Berikan minum
  hangat jika keadaan memungkinkan. | 
- 
  Membantu pengenderan sekret,
  mempermudah pengeluaran sekret. | 
| 
-  Jelaskan
  kepada kliententang kegunaan batuk efektif dan mengapa terdapat penumpukan
  sekret di saluran pernapasan. | 
- 
  Pengetahuan yang diharapkan
  dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik. | 
| 
-  Ajarkan klien
  tentang metode yang tepat untuk pengontrolan batuk. | 
- 
  Batuk yang tidak terkontrol
  adalah melelahkan dan tidak efektif, dapat menyebabkan frustasi. | 
| 
-  Napas dalam
  dan perlahan saat duduk setegak mungkin. | 
- 
  Memungkinkas ekspansi paru
  lebih luas. | 
| 
-  Lakukan
  pernapasan diafragma | 
- 
  Pernapasan diafragma menurunkan
  frekuensi napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. | 
| 
-  Tahan napas
  selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin
  melalui mulut.  | 
- 
  Meningkatkan volume udara dalam
  paru, mempermudah pengeluaran sekresi sekret. | 
| 
-  Lakukan napas
  kedua, tahan, dan batukkan dari dada dengan melakukakan dua batuk pendek dan
  kuat. | 
- 
  Pengkajian ini membantu
  mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien. | 
| 
-  Auskultasi
  paru sebelum dan sesudah klien batuk.  | 
- 
  Sekresi kental sulit untuk
  diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada
  ateletaksis. | 
| 
-  Ajarkan klien
  tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang
  adekuat , meningkatkan asupan cairan 1000-1500 cc/hari bila tidak ada kontra
  indikasi. | 
- 
  Untuk menghindari pengentalan
  dari sekret atau mosa pada saluran napas bagian atas. | 
| 
-  Dorong atau
  berikan perawatn mulut yang baik setelah batuk. | 
- 
  Higiene mulut yang baik bisa
  meningkatkan rasa kesejarteraan dan mencegah bau mulut. | 
| 
-  Kolaborasi
  dengan dokter, radiologi dan fisiotherapi. 
-  Pemberian
  expetoran 
-  Pemberian
  antibiotik  
-  Fisiotherapi
  dada 
-  Konsul foto
  thorax | 
- 
  Expetoran untuk memudahkan
  mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas
  pengembangan parunya. | 
| 
-  Lakukan
  fisiotherapi dada sesuai indikasi seperti postural draidage,
  perkusi/penepukan | 
- 
  Mengatur ventilasi segmen
  paru-paru dan pengeluaran sekret | 
| 
-  Berikan
  obat-obat bronko dilator sesuai indikasi seperti aminophillin,
  meta-proterenol sulfat (alupent), adoetharine hydrocloride (bronkosol). | 
- 
  Mengatur vntilasi dan
  melepaskan sekret karena relaksasi muscle/bronko spasme. | 
- Nyeri akut b.d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah
| 
Intervensi
    | 
Rasional | 
| 
-  Mandiri  
Jelaskan dan
  bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non-invasif | 
- 
  Pendekatan dengan menggunakan
  relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam
  mengurangi nyeri | 
| 
-  Ajarkan
  relaksasi : 
-  Teknik-teknnik
  untuk menurunkan ketegangan otot rangka yang dapat menurunkan intensitas
  nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase. | 
- 
  Akan melancarkan peredearan
  darah sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi dan akan mengurangi
  nyerinya. | 
| 
-  Ajarkan metode
  distraksi selama nyeri akut | 
- 
  Mengalihkan perhatian nyerinya
  ke hal-hal yang menyenangkan | 
| 
-  Berikan
  kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman
  misalnya ketika tidur, belakangnya dipasang bantal kecil. | 
- 
  Istirahat akan merileksasi
  semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan  | 
| 
-  Tingkatkan
  pengetahuan tentang penyebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan
  berlangsung | 
- 
  Pengetahuan yang akan dirasakan
  membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan
  klien terhadap rencana terapeutik | 
| 
-  Observasi
  tingkat nyeri dan respons motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat
  analgesik untuk mengkaji efektivitasnya serta setiap 1-2 jam setelah tindakan
  perawatan selama 1-2 hari | 
- 
  Pengkajian yang optimal akan
  memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kamungkinan komplikasi
  dan melakukan intervensi yang tepat | 
| 
-  Kolaborasi  
-  Berikan obat
  analgesik | 
- 
  Analgesik memblok lintasan
  nyeri, sehingga nyeri akan berkurang | 
- Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d penggunaan alat bantu napas (respirator).
Tujuan :  Dalam waktu 3x24 jam tidak ada tanda-tanda edema perifer/paru-paru
Kriteria hasil :  Klien dapat menunjukkan tekanan darah, berat badan, nadi, intake dan output cairan dalam batas normal.
| 
Intervensi
    | 
Rasional | 
| 
Mandiri  
-  Pertahankan
  secara ketat intake dan output  | 
- 
  Untuk mencegah dan
  mengindentifikasi secara dini terjadi kelebihan cairan | 
| 
-  Timbang
  berat  badan setiap hari  | 
- 
  Peningkatan berat badan
  merupakan indikasi berkembangnya tau bertambahnya edema sebagai mnifestasi
  dari kelebihan cairan. | 
| 
-  Kaji dan
  observasi suara napas. | 
- 
  Adanya ronchi basah, vokal
  fremitus menandakan adanya edema paru-paru | 
| 
-  Monitor tanda
  vital seperti tekanan darah, nadi. | 
- 
  Kekurangan cairan dapat
  menunjukkan gejala peningkatan nadi dan tekanan darah menurun. | 
| 
-  Catatlah
  perubahan turgor kulit, kondisi mukosa mulut, dan karakter sputum. | 
- 
  Penurunan kardiak output
  berpengaruh pada  perfusi fungsi otak.
  Kekurang cairan selalu diidentifikasikan dengan turgor kulit berkurang,
  mukosa mulut kering, dan sekret yang kental. | 
| 
-  Hitungalah
  jumlah cairan yang masuk dan keluar. | 
- 
  Memberikan informasi tentang
  keadaan cairnaa tubuh secara umum untuk mempertahankanya tetap seimbang | 
| 
Kolaborasi  
-  Berikan cairan
  per infus jika di indikasikan | 
- 
  Mempertahankan volume sirkulasi
  dna tekanan osmotik | 
| 
-  Monitoring
  kadar elektrolit jika di indikasikan | 
-  Elektrolit,  khususnya potasium dan sodium dapat
  berkurang jika klien mendapatkan obat diuretik | 
- Gangguan komunikasi verbal b.d terpasangnya endotracheal/tracheostomy tube dan paralisis/kelemahan neuromuskuler. 
Tujuan :  Dalam waktu 2x24 jam terjadi prilaku dalam menerapkan komunikasi efektif
Kriteria hasil : Membuat tehnik komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan.
| 
Intervensi  | 
Rasional  | 
| 
Mandiri  
-   
  Kaji kemampuan klien untuk
  berkomunikasi | 
-   Berbagai macam alasn untuk
  Menunjang selama pemasangan ventilator sangat berfariasi seperti klien
  dapat  memberi isyarat dan menggunakan
  tulisan (misalnya klien COPD) dengan kemampuan yang kurang. Atau kelemahan,
  chomatora atau paralisis. | 
| 
-   
  Menentukan cara-cara komunikasi
  seperti mempertahankan kontak mata, pertanyaan dan jawaban ya atau tidak,
  menggunakan kertas dan pensil/bolpoin, gambar, atau papan tulilis, bahasa
  isyarat, perjelas arti dari komunikasi yang disampaikan. | 
-  
  Mempertahankan  kontak mata akan membuat klien interest
  selama komunikasi. Jika klien dapat menggerakkan kepala kepala, mengedipkan
  mata, atau senang dengan isyarat-isyarat 
  sederhana, lebih baik dengan mengguanakan pertanyaan ya atau tidak. | 
| 
-   
  Pertimbangkan bentuk komunikasi
  bila terpasang cateter intravena  | 
-  
  Cateter intravena yang
  terpasang ditangan akan mengurangi kebebasan menulis/memberi isyarat. | 
| 
-    Anjurkan keluarga/orang lain yang dekat dengan klien
  untuk berbicara dengan klien, memberikan informasi tentanng keluarganya dan
  keadaan yang sedang terjadi. | 
-  
  Keluarga/SO dapat merasakan
  akrab dengan klien berada dekat klien selama berbicara, dengan pengalaman ini
  dapat membantu/mempertahankan kontak nyata seperti merasakan kehadiran
  anggota keluarga yang dapat mengurangi perasaan kaku/janggal. | 
| 
-   
  Anjurkan aktifitas pengalihan
  perhatian sesuai kemampuan individu seperti menulis, nonton Tv dan
  keterampilan tangan | 
-  
  Sejumlah keterampilan baik
  secara mandiri maupun di bantu selama pemasangan ventilator dapat membuat
  klien merasa berkualitas dalam hidupnya. | 
| 
Kolaborasi  
-   
  Evluasi kebutuhan komunikasi
  (berbicara) selama memakai tracheostomy tube. | 
-  
  Klien dengan pengetahuan dan
  ketrampilan yang adekuat memiliki kemampuan untuk menggerakkan tracheostomy
  tube bila berbicara. | 
- Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan kemampuan mencerna makanan.
Tujuan :  Dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria hasil :  Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, memperhatikan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium. 
| 
Intervensi
   | 
Rasional | 
| 
-  Mandiri  
-  Evaluasi
  kemampuan makan klien   | 
-  Klien dengan
  tracheostomy tube mungkin sulit untuk makan, tetapi klien dengan endotracheal
  tube dapat menggunakan mag slang atau memberi makan parenteral | 
| 
-  Observasi/timbang
  berat badan jika memungkinkan. | 
-  Tanda
  kehilangan berat badan (7-10%) dan kekurangan intake nutrisi menunjang
  terjadinya masalah katabolisme, kandunga glikogen dalam otot, dan kepekaan
  terhadap pemasangan ventilator. | 
| 
-  Monitor
  keadaan otot yang menurun dan kehilangan lemak subkutan.  | 
-  Menunjukkan
  indikasi kekurangan energi otot dan mengurangi fungsi otot-otot prnapasan. | 
| 
-  Catat
  pemasukan per oral jika di indikasikan. Anjurkan klien untuk makan | 
-  Nafsu makan
  biasanya berkurang dan nutrisi yang masuk pun berkurang. Menganjurkan klien
  memilih makanan yang disenangi dapat dimakan (bila sesuai anjuran) | 
| 
-  Berikan makan
  kecil dan lunak  | 
-  Mencegah
  terjadinya kelelahan memudahkan masuknya makanan, dan mencegah gangguan pada
  lambung. | 
| 
-  Kaji fungsi
  sistem gastro intestinal yang meliputi suara bising usus, cata terjadinya
  perubahan di dalam lambung seperti mual, muntah. Observasi perubahan
  pergerakan usus misalnya diare, konstipasi. | 
-  Fungsi sistem
  gastrointestinal sangat penting untuk memasukan makanan. Ventilator dapat
  menyebabkan kembung pada lambung dan perdarahan lambung | 
| 
-  Anjurkan
  pemberian cairan 2500cc per hari selama tidak terjadi gangguan jantung | 
-  Mencegah
  terjadinya dehidrasi akibat penggunaan ventilator selama tidak sadar dan
  mencegah terjadinya konstipasi | 
| 
-  Kolaborasi  
-  Aturlah diet
  yang diberikan sesuai keadaan klien | 
-  Diet tinggi
  kalori, protein, karbohidrat sangat diperlukan, selama pemasangan ventilator
  untuk mempertahankan fungsi otot-otot respirasi. | 
| 
-  Melakukan
  pemeriksaan laboratorium yang di indikasikan seperti serum, transferin,
  BUN/Creatin dan glukosa | 
-  Memberikan
  informasi yang tepat tentang keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien. | 
- Resiko infeksi b.d penurunan sistem pertahan primer (cidera pad jaringan paru, penurunan aktifitas silia bronkus, malnutrisi, tidak infasif)
Tujuan :  Dalam waktu 3x24 jam infeksi tidak terjadi selama perawatan
Kriteria hasil :  individu mengenal faktor-faktor resiko, mengenal tindakan pencegahan/mengurangi faktor resiko infeksi, menunjukkan/mendemostrasikan tehnik-tehnik untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
| 
Intervensi
   | 
Rasional | 
| 
-  Mandiri  
-  Catat
  faktor-faktor resiko untuk terjadinya infeksi    | 
-  Intubasi,
  penggunaan ventilator yang lama kelemahan umum, malnutrisi merupakan  faktor-faktor yang memungkinkan yang
  terjadinya infeksi dan penyembuhan yang lama | 
| 
-  Obserfasi
  warna, bau dan karakteristik sputum. Catat drainase disekitar daerah tracheos
  tomy. Kurangi faktor resiko infeksi nosokomial seperti cuci tangan sesudah
  dan sebelum melaksanakan tindakan keperawatan. Pertahankan tehnik suction
  secara steril | 
-  Kuning/hijau,
  bau sputum yang purulen merupakan indikasi infeksi. Sputum yang kental dan
  sulit dikeluarkan menunjukkan adanya dehidrasi. Faktor-faktor ini tampak
  sederhana, tetapi sangat penting sebagai pencegahan terjadinya infeksi
  nosokomial. | 
| 
-  Bantu latihan
  napas dalam, batuk efektif, dan ganti posisi secara berkala. | 
-  Pemaksimalkan
  ekspansi paru dan pengeluaran sekresi untuk mencegah ateletaksis serta
  akumulasi dan kekentalan sekret. | 
| 
-  Auskultasi
  suara napas | 
-  Adanya ronchi
  atau whezing menunjukkan  adanya
  sekresi yang tertahan, yang memerlukan ekspetoran/saction | 
| 
-  Monitor/batasi
  kunjungan, hindari kontak dengan orang yang menderita infeksi saluran napas
  atas.  | 
-  Individu
  dengan infeksi saluran napas atas meningkatkan resiko berkembangnya infeksi. | 
| 
-  Anjurkan klien
  untuk membuang sputum dengan tepat seperti dengan tisu dan ganti balutan
  tracheostomy yang kotor. | 
-  Mengurangi
  penularan organisme melalui sekresi/sputum | 
| 
-  Lakukan tehnik
  isolasi sesuai indikasi | 
-  Sesuai dengan
  diagnosis yang spesifik harus memperoleh perlindungan infeksi orang lain
  seperti TB | 
| 
-  Pertahankan
  hidrasi dan nutrisi yang adekuat. Berikan cairan 2500cc sesuai toleransi
  kardiak | 
-  Membantu
  meningkatkan daya tahan tubuh dari penyakit dan mengurangi infeksi akibat
  sekkresi yang stasis | 
| 
-  Bantu
  perawatan diri dan keterbatasan aktifitas sesuai toleransi. Bantu program
  latihan  | 
-  Menunjukkan
  kemampuan secara umum dan kekuatan otot dan merangsang pengembalian sistem
  imun.  | 
| 
-  Kolaborasi 
-  Periksa sputum
  kultur sesuai indikasi  | 
-  Mungkin dibutuhkan
  untuk mengidentifikasi patogen dan pemberian antimikroba yang sesuai | 
| 
-  Berikan
  antibiotik sesuai insikasi | 
-  Satu atau
  beberapa agen diberikan tergantung dari sifat patogen dari infeksi yang
  terjadi. | 
- Kerusakan integritas kulit/jaringan b.d interupsi mekanis pada kulit, trauma jaringan, perubahan status metabolis, efek-efek yang ditimbulkan oleh medikasi
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil : Mencapai penyembuhan luka, mendemonstrasikan tingkah laku/untuk meningkatkan kesembuhan dan untuk mencegah komplikasi
| 
Intervensi
   | 
Rasional | 
| 
-  Mandiri 
-  Periksa luka
  secara teratur, catat karakteriskik dan integritas kulit | 
-  Mencegah
  terjadinya kondisi yang lebih serius | 
| 
-  Bersihkan
  permukaan kulit degan NaCl 0,9% atau dengan air yang mengalir, sabun lunak
  setelah daerah insisi di tutup | 
-  Menurunkan
  kontaminasi kulit, membantu dalam membersihkan luka atau eksudat | 
| 
-  Secara
  hati-hati lepaskan perekat dan pembalut pada waktu mengganti balutan 
-  Gunakan teknik
  aseptik yang tepat 
-  Ingatkan
  keluarga untuk tidak menyentuh daerah luka 
-  Kolaborasi 
-  Berikan es
  pada daerah luka jika dibutuhkan 
-  Berikan
  antibiotik sesuai dengan indikasi | 
-  Mengurangi
  resiko trauma kulit dan gangguan pada luka 
-  Melindungi
  luka dari kontaminasi 
-  Mencegah
  kontaminasi luka 
-  Menurunkan
  pembentukan edema yang mungkin menyebabkan tekanan pada luka 
-  Untuk menekan
  pertumbuhan bakteri | 

